Sebelum fajar pada tanggal 9 November 1938, jutaan tentara Jerman mulai menyerbu Polandia, memulai apa yang akan dikenal sebagai Perang Dunia II. Dengan dukungan kendaraan lapis baja dan pesawat tempur yang terus menerus menjatuhkan bom, invasi ini menandakan situasi genting bagi Polandia. Tidak hanya karena mereka kalah jumlah, tetapi juga karena diserang dari dua arah yang berlawanan—Jerman dari barat dan Uni Soviet dari timur—mengakibatkan pertempuran di dua front yang tidak dapat dihindarkan.
Di tengah kecamuk pertempuran, sebuah insiden di desa Wizna menjadi simbol perlawanan Polandia, di mana 720 tentara Polandia menghadapi 42.000 tentara dan 350 tank Jerman. Kejadian ini kemudian dikenal sebagai Pertempuran Wizna, di mana tentara Polandia berjuang dengan gigih namun akhirnya kewalahan menghadapi serangan besar-besaran dari kedua sisi.
Menyadari ancaman yang mendekat setelah penaklukan Austria dan Cekoslovakia oleh Jerman, Polandia telah bersiap dengan membangun garis pertahanan sepanjang 9 km, termasuk desa Wizna sebagai pusat strategisnya. Pertahanan ini termasuk beberapa bunker di atas bukit yang menghadap lembah sungai berawa, yang dirancang untuk menghambat pergerakan tank Jerman. Namun, karena keterbatasan waktu, hanya 12 dari 60 bunker yang berhasil dibangun, meskipun begitu, mereka diperkuat dengan parit, ranjau, dan hambatan anti-tank.
Pada 7 September 1939, Divisi Panzer Jerman ke-10 di bawah Jenderal Nikolaus von Falkenhorst berhasil merebut desa Wizna dan terus bergerak menuju Warsawa. Meskipun jembatan telah dirusak sehingga menghambat pengejaran Jerman, pasukan Polandia tetap memberikan perlawanan sengit dari bunker-bunker mereka yang menghadap Sungai Narew.
Seiring berjalannya waktu, keadaan menjadi semakin sulit bagi Polandia. Pada 9 September, kedatangan Jenderal Heinz Guderian dengan kekuatan tambahan membuat kekuatan Jerman berlipat ganda. Meskipun rasio kekuatan mencapai 1 banding 60, para tentara Polandia, dipimpin oleh Kapten Władysław Raginis dan Letnan Stanisław Brykalski, bersumpah untuk tidak menyerah hidup-hidup dan terus bertempur hingga akhir.
Serangan bertubi-tubi dari artileri dan udara pada 10 September memporak-porandakan bunker-bunker Polandia. Meskipun sebagian besar bunker berhasil direbut, tentara Polandia terus memberikan perlawanan. Ketika amunisi mereka hampir habis, Kapten Raginis memutuskan untuk menyerah. Dalam momen-momen terakhirnya, ia memilih untuk mengorbankan dirinya sendiri dengan granat, memenuhi sumpahnya untuk tidak menyerah hidup-hidup, meninggalkan legenda kepahlawanan yang mendalam bagi Polandia.
Referensi:
Gałęzowski, Marek. The Polish Thermopylae – Wizna. 2019.
Moorhouse, Roger. Poland 1939: The Outbreak of World War II. Hachette, UK, 2020.
Bór-Komorowski, Tadeusz. The Secret Army: The Memoirs of General Bór-Komorowski. Pickle Partners Publishing, 2017.